Tulisan ini merupakan curahan hati dan pikiran saya ketika suatu malam dalam sebuah acara seorang teman akrab mendapat keluhan dari seorang bapak kepada saya. Beliau menyampaikan keprihatinannya terhadap kelakuan seseorang yang notabennya dia adalah seorang pengajar. Sebenarnya tidak hanya dalam acara ini saja saya mendengar kisah-kisah memilukan hati. Dalam forum-forum yang saya ikutipun sering saya mendapat cerita yang hampir sama. Dan obyek ceritanya adalah seorang pengajar atau calon pengajar.
Hati ini rasanya terpukul dan hancur berkeping-keping mendengar cerita-cerita itu. Bagaimana tidak? seorang guru /Ustadz yang semestinya dicontoh oleh muridnya menjadi seperti itu. Karena guru adalah digugu lan ditiru.. Seorang yang di tati dan dicontoh/ ditiru perbuatannya menjadi seorang yang beda, seorang yang kalau dicontoh dan ditiru tindakannya jauh dari budaya kita yang menjunjung tiggi etika dan sopan santun.
Ini adalah salah satu Fenomena pergaulan bebas dan Westrnisasi (pembaratan) yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia banyak yang hanya sekedar mengikutinya tanpa mau peduli. Generasi muda saat ini yang dinilai sangat memprihatinkan. Hidup dengan kegelimangan materi dan inilah impian generasi muda kita. Semua peristiwa itu ada di depan mata dan realitas tersebut sangat menyayat hati nurani.
Setiap orang tua pasti atau lingkup keluarga, pasti mengharapkan putra-putri atau anggota keluarganya menjadi orang yang beretika, berguna bagi Nusa Bangsa, serta terjaga dari kemaksiatan. Meski mereka sendiri (maaf) orang yang tak tauh dari hal itu. Ibarat kata, tidak ada maling yang menginginkan anaknya menjadi maling. Apalagi bukan maling, pastilah menginginkan anaknya menjadi orang yang jauh berguna daripadanya dan tidak ingin menjadi maling.
Memang amanah sebagai pengajar bukan merupakan suatu hal yang mudah. Namun, tahuka kita bahwa mengajarkan ilmu adalah suatu amalan yang tidak akan putus walaupun orang yang mengajarkannya sudah meninggal. Dalam Hadits disebutkan; "Apabila anak Adam wafat putuslah amalnya kecuali tiga hal yaitu sodaqoh jariyah, pengajaran dan penyebaran ilmu yang dimanfaatkannya untuk orang lain, dan anak (baik laki-laki maupun perempuan) yang mendoakannya". (HR. Muslim)
Akhir kata, saya mengajak kepada pengajar ataupun calon pengajar baik itu guru maupun ustadz untuk merenung tentang tindakan kita sehari-hari. Sebab kita adalah panutan dan cntoh bagi murid-murid kita. Hilangkanlah ego yang ada dalam diri, marilah kita saling mengingatkan dalam berbuat kebaikan. Karena kita tak mungkin bisa lepas dari kesalahan.
Dan bagi masyarakat, ada banyak hal yang harus kita lakukan sebagai beban moral untuk pengajar/ calon pengajar yang terjerumus ke jalan ini. Jangan pandang mereka sebagai seorang yang sakit, hina, dll, namun ke arifan kita untuk memberikan sebuah solusi terbaik bagi merekalah yang diperlukan. Kiranya gambaran ini semua dapat membuka cakrawala berfikir kita mengenai fenomena seorang pengajar ataupun calon pengajar yang ada di Indonesia.
Maaf bila ada kata-kata yang tidak berkenan di hati anda...
ADS HERE !!!