Sehat adalah salah satu nikmat yang diberikan Allah kepada makhlukNya. Kesehatan adalah keadaan sejahtera
dan badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Karena itu menjaga kesehatan sangatlah penting bagi
kita agar dapat melakukan aktivitas secara normal. Namun bagaimana kalau sakit?
Sudah menjadi wacana umum bahwa biaya kesehatan di Indonesia tidak bisa
dibilang murah.
Obat-obatan dan peralatan medis
yang kebanyakan dari mancanegara semakin membuat harga obat dan perawatan rumah
sakit semakin membumbung tinggi.
Besarnya jumlah fakir miskin memperngaruhi nilai beli
kesehatan bagi masyarakat. Jumlah yang tidak sedikit perkerjaan pemerintah
menanggulangi permasalahan kesehatan untuk warga tidak mampu di Indonesia ini
Kurangnya tingkat kesadaran dan faktor pengetahuan akan kesehatan menjadikan
masyarakat sering kecil seoleh dekat dengan lingkungan yang kurang sehat. Akibatnya
dari itu semuanya sungguh sangat memilukan. Banyak kisah yang menggambarkan
betapa mahalnya kesehatan di negeri ini. Berikut adalah kisah memilukan yang
saya ambil dari Kick Andy;
Cerita pilu datang dari Medan.
Krispinaldi dan Roida Panjaitan harus kehilangan dua anak yang dicintainya.
Kisah bermula ketika kedua anaknya dirawat di sebuah rumah sakit dekat
kediamannya karena terserang demam berdarah dengue. Setelah dirawat beberapa
hari anak pertama, Daniel tidak tertolong jiwanya.
“Ketika anak saya meninggal dunia,
hati saya hancur, dan saya berusaha sekuat tenaga menyelamatkan nyawa Rebecca,”
ujar Roida sambil menangis. Dan, ternyata setelah dirawat selama 19 hari
kondisi Rebecca tak kunjung ada kemajuan. Maka Roida dan suaminya, Krispinaldi
berupaya memindahkan perawatan anakknya, Rebecca ke rumah sakit lain. Namun,
usahanya itu tidak berjalan mulus, karena pihak rumah sakit minta agar mereka
harus membayar biaya perawatan terlebih dulu. Ketika mereka sedang mengusahakan
biaya perawatan itu, nyawa Rebecca meregang dan meninggal dunia menyusul
kakaknya Daniel. Krispinaldi dan Roida yang ekonomi pas-pasan itu pun kembali
harus menelan pil yg sangat pahit.
Pengalaman pahit dengan rumah
sakit juga dialami pasangan Erwin Lubis dan istrinya Endriyana. Ketika bayi
yang merupakan putra ketiga mereka lahir ternyata tidak sempurna yaitu tidak
mempunyai dinding perut. Akibatnya, bayi yang diberi nama Rizki itu perutnya
makin membesar. Mereka pun dengan sekuat tenaga membawa anaknya untuk
mendapatkan perawatan. Namun, sejumlah rumah sakit di daerah Tangerang menolak
dengan berbagai alasan seperti, kamar penuh, alat medis yang terbatas dan rumah
sakit yang sedang direnovasi. Di tengah keputus-asaan itulah ada seorang
wartawan yang peduli dan memberitakannya. Erwin Lubis yang pedagang kelontong
itu pun mendapat pertolongan dari dinas kesehatan setempat. Namun, lagi-lagi
karena terlambat mendapat perawatan, nyawa Rizki tidak tertolong. “Ya, saya
sangat sedih, mengapa saya sebagai ayah tidak berdaya menolong anak saya,”
ungkap Erwin Lubis sambil menangis tersedu.
Pengalaman memilukan juga dialami
Siti Jaenab warga Cikupa, Tangerang, Banten. Kisah bermula ketika ia merasa
perutnya mulas dan sedang di kamar mandi. Tak disangka-sangka ketika ia sedang
buang hajat, ternyata ia melahirkan tiga bayi prematur di kamar mandi. “Bahkan
satu anak diantaranya kepalanya membentur lantai kamar madi,”ujar Jainab.
Bersama kakak iparnya, Ismail ia membawa anaknya ke rumah sakit terdekat.
Jainab yang hanya pegawai buruh pabrik itu mengalami kesulitan ketika membawa
anaknya ke rumah sakit. Sebagaian besar rumah sakit mensyaratkan pasien harus
menyetor uang muka terlebih dahulu sebagai jaminan.
Setelah melalui perjalanan berliku
akhirnya ia berhasil menemukan rumah sakit yang tidak mensyaratkan membayar
uang muka terlebih dahulu.Namun di rumah sakit ini peralatannya tidak lengkap,
karena hanya mempunyai dua inkubator, atau pemanas bayi. Dengan terpaksa ia
membawa satu anaknya yang tidak kebagian inkubator di rumah sakit pulang ke
rumah. Ia pun membuat inkubator buatan dengan memasang bohlam lampu listrik.
“Saya terinspirasi membuat inkubator buatan itu ketika melihat peternakan
ayam.”kata Jainab memberi alasan. Namun, karena semua serba terbatas, bayi yang
ia bawa pulang itu akhirnya meninggal dunia.
Hal ini adalah PR bagi
semuanya. Tidak hanya pemerintah dan peranan LSM untuk membantu masyarkat
kurang mampu agar memberikan perhatian yang lebih serius saja. Nanun kesadaran
masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat juga penting. Kualitas penduduk
tergantung dari nilai tingkat kesehatan masyarakat sendiri, janganlah sampai
ada ucapapan “Orang Miskin Dilarang Sakit”.
ADS HERE !!!